Jumat, 13 Februari 2009

Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn

Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn

Dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan

I. Pendahuluan

Pandangan kaum Induktivisme dan Falsifikanisme tentang ilmu, yang hanya memusatkan perhatian pada relasi antara teori dan observasi, dan telah gagal memperhitungkan kompleksitas yang terdapat dalam teori ilmiah yang urgen. Baik itu pada penekanan kaum induktifis naif yang menarik teori secara induktif dari hasil observasi, maupun kaum falsifikasi yang menarik dari hasil reduksinya. Dengan teori general dan koheren, konsep akan dapat memperoleh makna yang tepat dan memungkinkan memenuhi kebutuhan untuk berkembang lebih efisien. Karena di dalamnya terdapat petunjuk dan keterangan mengenai baggaimana seharusnya teori (ilmu) dikembangkan secara luas. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Adapun Skema progress Sains menurut Kuhn dapat penulis sajikan sebagai berikut : Praparadigma-pra science –Paradigma-Norma Science—Anomali Kritis –Revolusi Paradigma Baru. Konsep sentra Kuhn dalam bukunya “The Strukture of Science Revololution” adalah Paradigma yang merupakan elemen primer dalam progress Sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun sekitar paradigma dasar. Paradigma itu memungkinkan seorang ilmuan untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya dan menuntut adanya revolusi paradigmatic terhadap ilmu tersebut.





II. Pembahasan

A. Sekilas Biografi Thomas S.Kuhn

Thomas S. Kuhn lahir pada 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio Amerika Serikat. Pada tahun 1949 ia memperoleh gelar Ph.D dalam ilmu fisika di Havard Unversity. Di tempat yang sama ia kemudian bekerja sebagai asisten dosen dalam bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956, Khun menerima tawaran kerja di Universitas California, Berkeley sebagai dosen dalam bidang sejarah sains, Tahun 1964, ia mendapat anugrah gelar Guru Besar (Profesor) dari Princiton Unjiversity dalam bidang filsafat dan sejarah sains. Selanjutnya pada tahun 1983 ia dianugrahi gelar professor untuk kesekian kalinya, kali ini dari Massachusetts Institute of Uniersity. Thomas Khun menderita penyakit kanker selama beberapa tahun di akhir masa hidupnya, yang akhirnya meninggal dunia pada hari senin 17 Juni 1996 dalam usia 73 tahun.

Karya Thomas Khun cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuwan pada umumnya adalah The Structure of Scientific Revolutions,yang diterbitkan pada tahun 1962 oleh University of Chicago Press. Dalam karyanya itu, Khun menggunakan model politik dalam menjelaskan perkembangan sains. Khun memakai istilah revolusi untuk menggambarkan proses invensi dalam sains dan memeberi penekanan serius pada aspek wacana ilmiah1

Kuhn meniti karirnya mula-mula sebagai ahli fisika. Baru dalam perkembangan selanjutnya, ia mendalami sejarah, kemudian sejarah ilmu dan filsafat ilmu. Kuhn begitu antusiasnya kepada kesadaran akan pentingnya sejarah dan khususnya sejarah ilmu, ia mengklaim bahwa filsafat ilmu sebaiknya berguru kepada sejarah ilmu yang baru. Gagasan Kuhn ini sekaligus merupakan tanggapan terhadap pendekatan Popper pada filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Kuhn, Popper menjungkir-balikkan kenyataan dengan terlebih dahulu menguraikan trejadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul dengan upaya falsifikasi2.

B. Pengertian Paradigma

Dalam kamus Inggris Indonesia arti kata paradigm adalah model pola, contoh3. Sedangkan menurut Kamus Filsafat paradima mempunyai banyak arti yaitu 1.Cara memandang sesuatu. 2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan dijelaskan. 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu. 4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset4. Dalam proses keilmuan, paradigma keilmuan memegang peranan yang penting. Fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, bahkan menguji konsitensi dari proses keilmuan. Dalam beberapa literature ia sering disamakan dengan kerangka teori. Paradigma ilmu lahir dari akumulasi teori-teori yang saling mendukung dan saling menyempurnakan, sehingga menjadi satu kebulatan dan sebuah konsistensi yang utuh, sebaliknya dari suatu paradigma ilmu dapat dilahirkan teori-teori baru, berdasarkan temuan-temuan dari para ilmuwan. Secara umum paradigma diartikan sebagai perangkat kepercayaan atau keyakinan dasar menentukan seseorang dalam bertindak pada kehidupan sehari-hari. Ada yang menyatakan bahwa paradigma merupakan suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu5.

Sedangkan dalam “The Structure of Science Revolution”, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh yang dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. Secara singkat pengertian pradigma adalah keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh6.

C. Pandangan Kuhn Tentang Perkembangan Ilmu

Menurut Kuhn, proses perkembangan ilmu pengetahuan manusia tidak dapat terlepas sama sekali dari apa yang disebut keadaan “normal science” dan “revolutionary science”. Semua ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam textbook adalah termasuk wilayah “sains normal”. Sains normal bermakna penyelidikan yang dibuat oleh suatu komunitas ilmiah dalam usahanya menafsirkan alam ilmiah melalui paradigma ilmiahnya. Sains normal adalah usaha sungguh-sungguh dari ilmuan untuk menundukan alam masuk ke kotak-kotak konseptual yang disediakan oleh paradigma ilmiah dan untuk menjelaskan yang diumpamakan sains normal itu sebagai dapat menyelesaikan masalah teka-teki7.

Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fundamental tentang image atau konsep ilmu yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik. Dalam teori Kuhn, faktor sosiologis, historis serta phsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik. Kuhn memberikan image atau konsep sains alternatif dalam outline yang ia gambarkan dalam beberapa stage, yaitu : Pra paradigma-Pra ilmu–Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi sains.8

1. Pra paradigma-Pra ilmu

Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori (fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak terorganisir. Sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan diantara mereka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya. Bahwa cahaya adalah foton yaitu maujud mekanis kuantum yang memperlihatkan beberepa karakteristik gelombang dan beberapa karakterristik partikel.Teori Epicurus, teori Aristoteles, atau teori Plato, satu kelompok menganggap cahaya sebagai partikel-partikel yang keluar dari benda-benda yang berwujud, bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang di antara benda itu dan mata, yang lain lagi menerangkan cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata; di samping itu ada kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-sendiri. Sehingga sejumlah teori boleh dikatakan ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri9. Walaupun aktifitas ilmiah masing-masing aliran tersebut dilakukan secara terpisah, tidak terorganisir sesuai dengan pandangan yang dianut hal ini tetap memberikan sumbangan yang penting kepada jumlah konsep, gejala, teknik yang dari padanya suatu paradigma tunggal akan diterima oleh semua aliran-aliran ilmuan tersebut, dan ketika paradigma tunggal diterima, maka jalan menuju normal science mulai ditemukan. Dengan kemampuan paradigma dalam membanding penyelidikan, menentukan teknik memecahkan masalah, dan prosedur-prosedur riset, maka ia dapat menerima (mengatasi) ketergantungan observasi pada teori.

2. Paradigma Normal Science

Para stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri yang membedakan antara normal science dan pra science. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Paradigma yang membimbing eksperimen atau riset ilmiah tersebut memungkiri adanya definisi yang ketat, meskipun demikian, di dalam paradigma tersebut tercakup beberapa komponen tipikal yang secara eksplisit akan mengemukakan hukum-hukum dan asumsi-asumsi teoritis. Dengan demikiann, hukum “gerak” Newton membentuk sebagian paradigma Newtonian. Dan hukum “persamaan” Maxwell merupakan sebagian paradigma yang telah membentuk teori elektromagnetik klasik10.

Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal dimana para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya secara terperinci dan mendalam karena tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Dalam tahap ini, ilmuawan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini, ilmuwan bisa menjumpai berbagai fenomena yang tidak bisa diterangkan dan ini yang disebut dengan istilah anomali11. Beberapa cara yang baku dalam penggunaan hukum-hukum fundamental untuk berbagai tipe situasi. Beberapa instrumentasi dan teknik-tekniknya yang diperlukan untuk membuat agar hukum-hukum paradigma itu dapat bertahan dalam dunia nyata dan di dalam paradigma itu sendiri. Beberapa prinsip metafisis yang sangat umum yang membimbing pekerjaan di dalam suatu paradigma. Beberapa keterangan metodologis yang sangat umum yang memberikan cara pemecahan teka-teki science. Normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisir untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki imbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis (dalam paradigma Newtonian) meliputi perencanaan teknik matematik untuk menangani gerak suatu planet yang tergantung pada beberapa gaya tarik dan mengembangkan asumsi yang sesuai untuk penterapan hukum Newton pada benda cair. Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya. Dalam stage ini terdapat tiga fokus yang normal bagi penelitian science faktual, yaitu :

a) Menentukan fakta yang penting.

b) Menyesuaikan fakta dengan teori.

Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapkan dan menyusun masalah-masalah yang harus dipecahkan; seringkali paradigma itu secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut.

c) Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja12.

Dalam wilayah “normal sains” ini bisa saja ada banyak persoalan yang tidak dapat terselesaikan bahkan inkonsistensi. Inilah keadaan yang oleh Kuhn disebut dengan anamolies, keganjilan-keganjilan, ketikdatepatan, ganjalan-ganjalan, penyimpangan-penyimpangan dari yang biasa, suatu keadaan yang sering kali tidak dirasakan bahkan tidak diketahui oleh para pelaksana dilapangan13. Inilah Barangkali ciri yang paling menonjol dari masalah riset yang normal dalam stage ini adalah betapa sedikitnya masalah-masalah itu ditujukan untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru yang besar, yang konseptual atau yang hebat tetapi normal science sasarannya adalah memecahkan teka-teki dan masalah-masalah science. Teka-teki tersebut harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Istilah “teka-teki” dan “Pemecah teka-teki” menerangkan beberapa dari tema yang menjadi semakin menonjol di dalam halaman-halamn terdahulu. Dalam keseluruhan makna baku yang digunakan disini, teka-teki adalah kategori khusus dari masalah-masalh yang dapat digunakan untuk menguji kelihayan atau ketrampilan dalam pemecahan14. Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigma. Dalam pemecahan teka-teki dan masalah science normal, jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendasar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah anomali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul secara terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatangkan suatu krisis15.

3. Krisis Revolusi dan Revolusi sains

Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan mengahsilkan penemuan-penemuan baru yang skonseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-anomali tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada perubahan paradigma (revolusi). Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali tersebut :

a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih menentang usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya.

b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang mendesak.

Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teori-teori baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis dan metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis dari posisi dubuis dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja. Sampai diterimanya suatu paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula16. Krisis berlaku setelah lama mengalami sains normal dan merupakan fase yang harus dilalui menuju kemajuan ilmiah. Krisis adalah suatu mekanisme koreksi diri yang memastikan bahwa kekakuan pada fase sains normal tidak akan berkelanjutan. Setiap krisis selalu diawali dengan pengkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-kaidah riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul, setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui dengan tegas. Seperti karya Lavoisier menyajikan kasus seperti itu. Notanya yang disegel diserahkan kepada akademi Prancis kurang dari satu tahun setelah studi pertamanya yang seksama tentang perbandingan Barat dalam teori Flegiston dan sebelum publikasi-publikasi Priestley secara tuntas menyingkap krisis dalam kimia pneumatic. Demikian halnya dengan Thomas Young tentang teori gelombang dari cahaya, muncul pada tahap awal sekali ketika krisis dalam optika sedang berkembang. Persaingan antara paradigma yang telah dianut dan paradigma rival yang muncul, menandai adanya kegawatan suatu krisis. Paradigma-paradigma yang bersaing akan memandang berbagai macam pertanyaan sebagai hal yang sah dan penuh arti dilihat dari masing-masing paradigma. Pertanyaan-pertanyaan mengenai beratnya phlogiston adalah penting bagi para ahli teori phlogiston, tetapi hampa bagi Lavoisier. Soal “aksi” pada suatu jarak yang tidak dapat diterangkan itu, diterima oleh kaum Newton, tetapi ditolak oleh kaum Cartesian sebagai hal yang metafisis bahkan gaib. Gerak tanpa sebab adalah mustahil bagi Aristoteles, tetapi dipandang sebagai aksiomatik bagi Newton. Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang berlainan dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam semesta ini terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi dan tidak berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah). Paradigma yang muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material yang sama17. Kuhn beragumentasi bahwa, para penyususn paradigma baru (paradigma rival) hidup di dalam dunia yang berlainan. Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigma yang bersaing tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak ada argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma atas lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan perpindahan paradigma. Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain disamakan oleh Kuhn dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak sama sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama). Tidak adanya alasan logis yang memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan mengambil yang menjadi rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa :

a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori ilmiah.

b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.

Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain :

- Kesederhanaan
- Kebutuhan sosial yang mendesak

- Kemampuan memecahkan problem khusus

- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.

Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktor-faktor yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis18.

Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Dalam periode “Revolutionary science”, hampir semua kosa kata, istilah-istilah, konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesain persoalan, cara berfikir, cara mendekati persoalan berubah dengan sendirinya. Sudah barang tentu, khazanah intelektual yang lama masih dapat dimanfaatkan sejauh ia masih menyentuh persoalan yang dihadapi. Tetapi, jika cara pemecahan persoalan model lama memang sama sekali tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang datang kemudian, maka secara otomatis dibutuhkan seperangkat cara, rumusan dan wawasan yang sama sekali baru untuk memecahkan persoalan-persoalan yang baru, yang timbul sebagai akibat kemajuan ilmu dan teknologi, yang berakibat pula pada perluasan wawasan dan pengalaman manusia itu sendiri19. Oleh karena itu menurut Kuhn, perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner, yakni membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan bertentangan. Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas kemampuannya memecahkan masalah untuk masa depan. Melalui revolusi science inilah menurut Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru dan berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding paradigma klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan. Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya walaupun berhasil mengatasi permasalahan itu revolusi besar dan kemajuan science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut20.

D. Aplikasi Paradigma dalam Ilmu Agama

Mungkinkan revolusi yang ditandai konversi paradigma tersebut terjadi dalam ilmu-ilmu agama? Pertanyaan itu paling tidak mengingatkan kita pada sejarah penetapan hukum oleh salah satu imam mazhab empat yang terkenal dengan qaul qadim dan jadidnya. Adanya perubahan (revolusi) tersebut terjadi karena dihadapkan pada perbedaan varian kondisi ruang dan waktu. Berpijak pada hal tersebut dan pola yang dikembangkan Kuhn maka sudah menjadi keniscayaan untuk menemukan paradigma baru dalam menjawab permasalahan dan tantangan zaman. Paradigma yang telah dibuat pijakan oleh para ulama terdahulu yang muncul sesuai dengan varian kondisi ruang dan waktunya serta kecenderungan profesionalnya perlu dipertanyakan dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi pada saat terakhir ini. Sebagai contoh, pemikir muslim Hasan Hanafi dengan konsep kiri Islamnya, telah mencoba menawarkan paradigma baru dalam ajaran pokok Islam, yakni Tauhid. Konsep atau ajaran Tauhid yang hanya dipandang dan dilekatkan pada ke-Esaan Tuhan perlu dirubah dan diperluas sebagai suatu konsep ketauhidan makhlukNya sehingga akan terbentuk pola kehidupan umat yang seimbang antara ritual dan sosial, lahir dan batin, dunia dan akherat. Sehingga umat dapat melaksanakan tugas dan fungsinya di dunia dengan baik. Dan masih banyak lagi bidang-bidang yangperlu adanya pengembangan paradigma baru.21

E. Perlunya Revolusi dan Dampak Sains

Revolusi sains sebagai epesode perkembangan nonkomulatif yang di dalamnya paradigma yang lama di ganti seluruhnya (sebagian oleh paradigma baru yang bertentangan). Revolusi politik di bawa oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang sering terbatas pada suatu segmen dari masyarakat politik, bahwa lembaga-lembaga yang tidak lagi memadai untuk menghadapi masalah-masalah yang di kemukakan oleh lingkungan yang sebagian di ciptakan oleh lembaga-lembaga itu. Revolusi sains di bawa oleh kesadaran yang semakin tumbuh yang sering terbatas pada subdevisi yang sempit dari masyarakat sains, bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi secara memadai dalam eksplorasi suatu aspek dari alam. Perkembangan politik maupun sains, kesadaran akan adanya fungsi yang dapat menyebabkan krisis merupakan prasyarat bagi revolusi22.

Revolusi politik bertujuan mengubah lembaga-lembaga politik itu sendiri. oleh sebab itu, keberhasilannya memerlukan pelepasan sebagian dari perangkat lembaga untuk di ganti oleh yang lain, dan masyarakat tidak sepenuhnya di perintah oleh lembaga tersebut. Mula-mula hanya krisis yang mengurangi lembaga politik, seperti menurunnya peran paradigma. Hal ini bertujuan berdemonstrasikan bahwa study historis tentang perubahan paradigma menyingkap karakteristik yang mirip dalam evolusi sains. Seperti pemulihan diantara lembaga-lembaga politik yang berkompetisi, pemilihan diantara pemerintah paradigma yang bersaingan ternyata merupakan pemilihan diantara modus-modus kehidupan masyarakat yang bertentanan. Karena yang memiliki karakter itu, pemilihannya tidak dapat di tentukan dengan prosedur evaluatif yan menjadi karakteristik yang normal, sebab tergantung pada paradigma tertentu dan paradigma itu sedang di permasalahkan sebagaimana mestinya. Masuk pada debat paradigma maka perannya perlu sekuler atau sirkular untuk membela paradigma itu, sekuleritas atau sirkularitas yang dilibatkan itu menyebabkan argumen-argumen salah bahkan tidak berpengaruh23.

Maka bukan pada revolusi politik saja akan tetapi peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru bukan hanya alasan logis-rasional tapi mirip seperti proses pertobatan dalam agama.

III. KESIMPULAN

Demikianlah, pandangan Kuhn, perkembangan dan kemajuan ilmiah bersifat revolusioner bukan evolusi atau akumulatif. Perkembangan ilmu itu tidak disebabkan oleh dikuatkan dan dibatalkannya suatu teori, tetapi lebih disebabkan oleh adanya pergesaran paradigama. Bisa dikatakan bahwa ilmu pengetahuan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentu saja.

Paradigma pada dasarnya adalah hasil konstruksi social para ilmuan yang merupakan seperangakat keyakinan mereka sebagai cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah konkrit. Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Pertama, tahap Pra paradigma-Pra ilmu, dimana Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori (fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak terorganisir. Kedua, tahap Paradigma Normal Science, pada stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri yang membedakan antara normal science dan pra science. Ketiga, tahap Krisis Revolusi dan Revolusi sains, dimana pada stage ini dapat diasumsikan diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis dan metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis dari posisi dubuis dipandang dari sudut paradigma. Krisis berlaku setelah lama mengalami sains normal dan merupakan fase yang harus dilalui menuju kemajuan ilmiah, dari sini kemudian proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan terjadi yang kemudian oleh Kuhn disebut sebagai revolusi science. Dalam periode “Revolutionary science”, hampir semua kosa kata, istilah-istilah, konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesain persoalan, cara berfikir, cara mendekati persoalan berubah dengan sendirinya.

Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi dari revolusi tersebut.










DAFTAR PUSTAKA


Berten S, K., Sejarah Filsafat Yunani; dari Thales ke Aristoteles,Yogyakarta: Kanisius, 2001

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000


Echola dan Hassan Shadily, Johan M, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1992


Http/www.Wikipedia.com,Biografi Thamas Kuhn, 21 oktober 2008


Http/:www.Google.com, Pemikiran Thomas Kuhn, 21 Oktober 2008


Khun, Thomas S, The Structure of Scientific Revolutions, Terj. Tjun Surjaman,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005


Muslih, Muhammad, Filsafat Ilmu kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar, 2008.


Zubaidi,dkk, Filsafat Barat Dari Logika Baru Rene Descartes hingga revolusi Sains ala Thomas Khun, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007





1 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, ( Yogyakarta: Belukar, 2008), hlm. 125-126.


2 Zubaidi,dkk, Filsafat Barat dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 200.


3 Johan M. Echola dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia ( Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 417.


4 Lorens Bagus, Kamus Filsafat ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 779.


5 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu…hlm. 88.

6 Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Terj. Tjun Surjaman (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 10.


7 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu…hlm.130


8 http/www.Wikipedia, Biografi Thomas S. Kuhn, com. 21 Oktober 2008


9 Thomas S. Khun, The Structure of Scientific Revolutions, Terj. Tjun Surjaman (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.12


10 Thomas S. Khun, The Structure…hlm.39.


11 Zubaidi,dkk, Filsafat Barat Dari Logika Baru Rene Descartes…hlm.201.


12 http/:www.Google.com, Pemikiran Thomas Khun, 21 Oktober 2008


13 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu…hlm.130


14 Thomas S. Khun, The Structure…hlm.35


15 http://www.google.com Pemikiran Thomas Kuhn, 21 Oktober 2008.

16 K. Berten S, Sejarah Filsafat Yunani; dari Thales ke Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius, 2001). hlm.47

17 Thomas S. Kuhn, The Structure…hlm.72-73

18 Ibid, hlm.110-112


19 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu…hlm.132

20 Http/:www.Wekipedia, Pemikiran Khas Thomas Khun, 21 Oktober 2008

21 Http/:www.google.com, Pemikiran Thomas Kuhn, , 21 Oktober 2008


22 Thomas S. Kuhn, The Structure…, hlm. 91

23Ibid, hlm. 92-93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar